Friday, February 18, 2011


Silahkan di download logo Universitas Lampung.

http://www.ziddu.com/download/13864933/Unila.bmp.html

http://www.ziddu.com/download/13864934/UNILAWARNA1.jpg.html

http://www.ziddu.com/download/13864935/UNILA3.jpg.html

http://www.ziddu.com/download/13864936/UnilaWarna2.jpg.html

http://www.ziddu.com/download/13864937/unilabiru.bmp.html

Silahkan download materi tarbiyah berikut. Semoga dapat menjadi tambahan referensi.


http://www.ziddu.com/download/13864861/HATIYANGBERSIH.docx.html

http://www.ziddu.com/download/13864862/80TAHUNTANPAKHILAFAH.doc.html

http://www.ziddu.com/download/13864863/BahkanAliPunMengusirAbdullahBinSaba.docx.html

http://www.ziddu.com/download/13864864/7PINTUNERAKA.docx.html

http://www.ziddu.com/download/13864865/bdulWahabMeninggalkanIbunyayangJandaPergiBerjihad.docx.html

http://www.ziddu.com/download/13864866/apanseseorangbisa.docx.html

http://www.ziddu.com/download/13864867/GhoudulBashorilaGhoudulQulub.doc.html

http://www.ziddu.com/download/13864868/JanganBersedih.docx.html

http://www.ziddu.com/download/13864869/Hubble.docx.html

http://www.ziddu.com/download/13864870/BagaimanaMenjagaHatiJikaSudahTerlanjurCinta.doc.html
Silahkan Download Materi tentang Tsaqofah Islamiyah. Semoga bermanfaat

http://www.ziddu.com/download/13864810/SIROHNABAWIYAH.doc.html

http://www.ziddu.com/download/13864811/Ruhiyahadalahbekalyangterbaikbagisetiapmuslim.docx.html

http://www.ziddu.com/download/13864812/TujuhKatayangdihapusnabi.rtf.html

http://www.ziddu.com/download/13864813/taujih.docx.html

http://www.ziddu.com/download/13864814/SifatHasad.doc.html
Silahkan Download Materi tentang Ilmu Antariksa
http://www.ziddu.com/download/13811392/tataSurya-BioInsanAkbar.doc.html

http://www.ziddu.com/download/13811391/Bulan.docx.html

http://www.ziddu.com/download/13811390/Apabedanyamagnitudofotografi.docx.html

http://www.ziddu.com/download/13811389/Bintangdikenalsbgobjeklangitygtampakdimalamhari.docx.html

http://www.ziddu.com/download/13811388/Fotometri.docx.html

http://www.ziddu.com/download/13811387/CaraMenghitungWaktuShalat.doc.html

http://www.ziddu.com/download/13811386/Klasifikasibintang.docx.html

http://www.ziddu.com/download/13811384/KamusIstilahAstronomi.doc.html

http://www.ziddu.com/download/13811385/Evolusibintang.docx.html
Rasulullah Dan Seorang Pengemis Yahudi Buta

Di sudut pasar Madinah ada seorang pengemis Yahudi buta yang setiap harinya selalu berkata kepada setiap orang yang mendekatinya, "Jangan dekati Muhammad, dia itu orang gila, dia itu pembohong, dia itu tukang sihir, apabila kalian mendekatinya maka kalian akan dipengaruhinya."
Namun, setiap pagi Muhammad Rasulullah saw mendatanginya dengan membawakan makanan. Tanpa berucap sepatah kata pun, Rasulullah menyuapkan makanan yang dibawanya kepada pengemis itu, sedangkan pengemis itu tidak mengetahui bahwa yang menyuapinya itu adalah Rasulullah Muhammad—orang yang selalu ia caci maki dan sumpah serapahi.
Rasulullah saw melakukan hal ini setiap hari sampai beliau wafat.
Setelah wafatnya Rasulullah saw praktis tidak ada lagi orang yang membawakan makanan setiap pagi kepada pengemis Yahudi buta itu.
Suatu hari Abubakar berkunjung ke rumah anaknya Aisyah, yan g tidak lain tidak bukan merupakan istri Rasulullah. Ia bertanya kepada anaknya itu, "Anakku, adakah kebiasaan Rasulullah yang belum aku kerjakan?"
Aisyah menjawab, "Wahai ayah, engkau adalah seorang ahli sunnah dan hampir tidak ada satu kebiasaannya pun yang belum ayah lakukan kecuali satu saja."
“Apakah Itu?" tanya Abubakar penasaran. Ia kaget juga karena merasa sudah mengetahui bagaimana kebiasaan Rasulullah semasa hidupnya.
"Setiap pagi Rasulullah selalu pergi ke ujung pasar dengan membawakan makanan untuk seorang pengemis Yahudi buta yang ada di sana," kata Aisyah.
Keesokan harinya Abubakar RA pergi ke pasar dengan membawa makanan untuk diberikan kepada pengemis itu. Abubakar mendatangi pengemis itu lalu memberikan makanan itu kepadanya. Ketika Abubakar mulai menyuapinya, si pengemis marah sambil menghardik, "Siapakah kamu ?"
Abubakar menjawab, "Aku orang yang biasa."
"Bukan! Engkau bukan ora ng yang biasa mendatangiku," bantah si pengemis buta itu dengan ketus "Apabila ia datang kepadaku tidak susah tangan ini memegang dan tidak susah mulut ini mengunyah. Orang yang biasa mendatangiku itu selalu menyuapiku, tapi terlebih dahulu dihaluskannya makanan tersebut setelah itu ia berikan padaku."
Abubakar tidak dapat menahan air matanya, ia menangis sambil berkata kepada pengemis itu, "Aku memang bukan orang yang biasa datang padamu. Aku adalah salah seorang dari sahabatnya. Orang yang mulia itu telah tiada. Ia adalah Muhammad Rasulullah saw."
Seketika itu juga kaget pengemis itu. Ia pun menangis mendengar penjelasan Abubakar, dan kemudian berkata, "Benarkah demikian? Selama ini aku selalu menghinanya, memfitnahnya, ia tidak pernah memarahiku sedikitpun. Ia mendatangiku dengan membawa makanan setiap pagi, ia begitu mulia.... " Pengemis Yahudi buta tersebut akhirnya bersyahadat di hadapan Abubakar saat itu juga dan sejak hari itu menjadi Muslim. (sa/ts-rnjmt)

Tuesday, February 15, 2011








My New Friends











My Old Friends
GENDER

1. SEKS DAN GENDER
Sejak dua dasawarsa terakhir, diskursus tentang gender sudah mulai ramai dibicarakan orang. Berbagai peristiwa seputar dunia perempuan di berbagai penjuru dunia ini juga telah mendorong semakin berkembangnya perdebatan panjang tentang pemikiran gerakan feminisme yang berlandaskan pada analisis “hubungan gender”.
Berbagai kajian tentang perempuan digelar, di kampus-kampus, dalam berbagai seminar, tulisan-tulisan di media massa, diskusi-diskusi, berbagai penelitian dan sebagainya, yang hampir semuanya mempersoalkan tentang diskriminasi dan ketidakadilan yang menimpa kaum perempuan. Pusat-pusat studi wanita pun menjamur di berbagai universitas yang kesemuanya muncul karena dorongan kebutuhan akan konsep baru untuk memahami kondisi dan kedudukan perempuan dengan menggunakan perspektif yang baru.
Dimasukkannya konsep gender ke dalam studi wanita tersebut, menurut Sita van Bemmelen paling tidak memiliki dua alasan. Pertama, ketidakpuasan dengan gagasan statis tentang jenis kelamin. Perbedaan antara pria dan wanita hanya menunjuk pada sosok biologisnya dan karenanya tidak memadai untuk melukiskan keragaman arti pria dan wanita dalam pelabagi kebudayaan. Kedua, gender menyiratkan bahwa kategori pria dan wanita merupakan konstruksi sosial yang membentuk pria dan wanita. (dalam Ibrahim dan Suranto, 1998: xxvi)
Namun ironisnya, di tengah gegap gempitanya upaya kaum feminis memperjuangkan keadilan dan kesetaraan gender itu, masih banyak pandangan sinis, cibiran dan perlawanan yang datang tidak hanya dari kaum laki-laki, tetapi juga dari kaum perempuan sendiri. Masalah tersebut mungkin muncul dari ketakutan kaum laki-laki yang merasa terancam oleh kebangkitan perempuan atau mungkin juga muncul dari ketidaktahuan mereka, kaum laki-laki dan perempuan akan istilah gender itu sendiri dan apa hakekat dari perjuangan gender tersebut.
Bertolak dari fenomena tersebut maka konsep penting yang harus dipahami terlebih dahulu sebelum membicarakan masalah perempuan ini adalah perbedaan antara konsep seks (jenis kelamin) dengan konsep gender. Pemahaman yang mendalam atas kedua konsep tersebut sangatlah penting karena kesamaan pengertian (mutual understanding) atas kedua kata kunci dalam pembahasan bab ini akan menghindarkan kita dari kemungkinan pemahaman-pemahaman yang keliru dan tumpang tindih antara masalah-masalah perempuan yang muncul karena perbedaan akibat seks dan masalah-masalah perempuan yang muncul akibat hubungan gender, disamping itu juga untuk memudahkan pemahaman atas konsep gender yang merupakan kata dan konsep asing ke dalam konteks Indonesia.

A. Pengertian

Selama lebih dari sepuluh tahun istilah gender meramaikan berbagai diskusi tentang masalah-masalah perempuan, selama itu pulalah istilah tersebut telah mendatangkan ketidakjelasan-ketidakjelasan dan kesalahpahaman tentang apa yang dimaksud dengan konsep gender dan apa kaitan konsep tersebut dengan usaha emansipasi wanita yang diperjuangkan kaum perempuan tidak hanya di Indonesia yang dipelopori ibu Kartini tetapi juga di pelbagai penjuru dunia lainnya.
Kekaburan makna atas istilah gender ini telah mengakibatkan perjuangan gender menghadapi banyak perlawanan yang tidak saja datang dari kaum laki-laki yang merasa terancam “hegemoni kekuasaannya” tapi juga datang dari kaum perempuan sendiri yang tidak paham akan apa yang sesungguhnya dipermasalahkan oleh perjuangan gender itu.
Konsep gender pertama kali harus dibedakan dari konsep seks atau jenis kelamin secara biologis. Pengertian seks atau jenis kelamin secara biologis merupakan pensifatan atau pembagian dua jenis kelamin manusia yang ditentukan secara biologis, bersifat permanen (tidak dapat dipertukarkan antara laki-laki dan perempuan), dibawa sejak lahir dan merupakan pemberian Tuhan; sebagai seorang laki-laki atau seorang perempuan.
Melalui penentuan jenis kelamin secara biologis ini maka dikatakan bahwa seseorang akan disebut berjenis kelamin laki-laki jika ia memiliki penis, jakun, kumis, janggut, dan memproduksi sperma . Sementara seseorang disebut berjenis kelamin perempuan jika ia mempunyai vagina dan rahim sebagai alat reproduksi, memiliki alat untuk menyusui (payudara) dan mengalami kehamilan dan proses melahirkan. Ciri-ciri secara biologis ini sama di semua tempat, di semua budaya dari waktu ke waktu dan tidak dapat dipertukarkan satu sama lain.
Berbeda dengan seks atau jenis kelamin yang diberikan oleh Tuhan dan sudah dimiliki seseorang ketika ia dilahirkan sehingga menjadi kodrat manusia, istilah gender yang diserap dari bahasa Inggris dan sampai saat ini belum ditemukan padanan katanya dalam Bahasa Indonesia, ---kecuali oleh sebagian orang yang untuk mudahnya telah mengubah gender menjadi jender--- merupakan rekayasa sosial, tidak bersifat universal dan memiliki identitas yang berbeda-beda yang dipengaruhi oleh faktor-faktor ideologi, politik, ekonomi, sosial, budaya, agama, etnik, adat istiadat, golongan, juga faktor sejarah, waktu dan tempat serta kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. (Kompas, 3 September 1995)
Oleh karena gender merupakan suatu istilah yang dikonstruksi secara sosial dan kultural untuk jangka waktu yang lama, yang disosialisasikan secara turun temurun maka pengertian yang baku tentang konsep gender ini pun belum ada sampai saat ini, sebab pembedaan laki-laki dan perempuan berlandaskan hubungan gender dimaknai secara berbeda dari satu tempat ke tempat lain, dari satu budaya ke budaya lain dan dari waktu ke waktu. Meskipun demikian upaya untuk mendefinisikan konsep gender tetap dilakukan dan salah satu definisi gender telah dikemukakan oleh Joan Scoot, seorang sejarahwan, sebagai “a constitutive element of social relationships based on perceived differences between the sexes, and…a primary way of signifying relationships of power.” (1986:1067)
Sebagai contoh dari perwujudan konsep gender sebagai sifat yang melekat pada laki-laki maupun perempuan yang dikonstruksi secara sosial dan budaya, misalnya jika dikatakan bahwa seorang laki-laki itu lebih kuat, gagah, keras, disiplin, lebih pintar, lebih cocok untuk bekerja di luar rumah dan bahwa seorang perempuan itu lemah lembut, keibuan, halus, cantik, lebih cocok untuk bekerja di dalam rumah (mengurus anak, memasak dan membersihkan rumah) maka itulah gender dan itu bukanlah kodrat karena itu dibentuk oleh manusia.
Gender bisa dipertukarkan satu sama lain, gender bisa berubah dan berbeda dari waktu ke waktu, di suatu daerah dan daerah yang lainnya. Oleh karena itulah, identifikasi seseorang dengan menggunakan perspektif gender tidaklah bersifat universal. Seseorang dengan jenis kelamin laki-laki mungkin saja bersifat keibuan dan lemah lembut sehingga dimungkinkan pula bagi dia untuk mengerjakan pekerjaan rumah dan pekerjaan-pekerjaan lain yang selama ini dianggap sebagai pekerjaan kaum perempuan. Demikian juga sebaliknya seseorang dengan jenis kelamin perempuan bisa saja bertubuh kuat, besar pintar dan bisa mengerjakan perkerjaan-pekerjaan yang selama ini dianggap maskulin dan dianggap sebagai wilayah kekuasaan kaum laki-laki.
Disinilah kesalahan pemahaman akan konsep gender seringkali muncul, dimana orang sering memahami konsep gender yang merupakan rekayasa sosial budaya sebagai “kodrat”, sebagai sesuatu hal yang sudah melekat pada diri seseorang, tidak bisa diubah dan ditawar lagi. Padahal kodrat itu sendiri menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, antara lain berarti “sifat asli; sifat bawaan”. Dengan demikian gender yang dibentuk dan terbentuk sepanjang hidup seseorang oleh pranata-pranata sosial budaya yang diwariskan secara turun temurun dari generasi ke generasi bukanlah bukanlah kodrat.

2. GENDER DAN SOSIALISASI

A. Pengertian Sosialisasi

Kuatnya citra gender sebagai kodrat, yang melekat pada benak masyarakat, bukanlah merupakan akibat dari suatu proses sesaat melainkan telah melalui suatu proses dialektika, konstruksi sosial, yang dibentuk, diperkuat, disosialisasikan secara evolusional dalam jangka waktu yang lama, baik melalui ajaran-ajaran agama, negara, keluarga maupun budaya masyarakat, sehingga perlahan-lahan citra tersebut mempengaruhi masing-masing jenis kelamin, laki-laki dan perempuan secara biologis dan psikologis.
Melalui proses sosialisasi, seseorang akan terwarnai cara berpikir dan kebiasaan-kebiasaan hidupnya. Dengan proses sosialisasi, seseorang “diharapkan” menjadi tahu bagaimana ia mesti bertingkah laku di tengah-tengah masyarakat dan lingkungan budayanya, sehingga bisa menjadi manusia masyarakat dan “beradab”.
Sosialisasi merupakan salah satu proses belajar kebudayaan dari anggota masyarakat dan hubungannya dengan sistem sosial. Sosialisasi menitikberatkan pada masalah individu dalam kelompok. Oleh karena itu proses sosialisasi melahirkan kedirian dan kepribadian seseorang. (Soelaeman, 1998:109)
Kedirian sebagai suatu produk sosialisasi, merupakan kesadarn terhadap diri sendiri dan memandang adanya pribadi orang lain di luar dirinya. Adapun asal mula timbulnya kedirian antara lain karena:
a) Dalam proses sosialisasi seseorang mendapat bayangan dirinya, yaitu setelah memperhatikan cara orang lain memandang dan memperlakukan dirinya. Misalnya, apakah dirinya dianggap baik, buruk, pintar, cantik dan sebagainya.
b) Dalam proses sosialisasi juga membentuk kedirian yang ideal. Orang yang bersangkutan mengetahui dengan pasti apa-apa yang harus dia lakukan agar memperoleh penghargaan dari orang lain.

Proses sosisalisasi sebenarnya berawal dari dalam keluarga. Gambaran diri seseorang merupakan pantulan perhatian yang diberikan keluarga kepada dirinya. Persepsinya tentang diri, tentang dunia dan masyarakat sekelilingnya secara langsung dipengaruhi oleh tindakan dan keyakinan keluarganya. Sehingga nilai-nilai yang dimiliki oleh seorang individu dan berbagai peran yang diharapkan dilakukan olehnya, smeua berawal dari dalam lingkungan sendiri.
Proses sosialisasi ini tidak berhenti sampai pada keluarga saja, tapi masih ada lembaga lain. Cohan (1983) mengatakan bahwa lembaga-lembaga sosialisasi yang terpenting ialah keluarga, sekolah, kelompok sebaya dan media massa.
Sosialisasi pada dasarnya menunjuk pada semua faktor dan proses yang membuat setiap manusia menjadi selaras dalam hidupnya di tengah-tengah orang lain. Sehingga meskipun proses sosialisasi yang dijalani setiap orang tidak selalu sama, namun secara umum sasaran sosialisasi itu sendiri hampir sama di berbagai tempat dan budaya, yaitu antara lain:
a) Individu harus diberi ilmu pengetahuan (keterampilan) yang dibutuhkan bagi kehidupan kelak di masyarakat.
b) Individu harus mampu berkomunikasi secara efektif dan mengembangkan kemampuannya.
c) Pengendalian fungsi-fungsi organik yang dipelajari melalui latihan-latihan mawas diri yang tepat.
d) Bertingkah laku selaras dengan norma atau tata nilai dan kepercayaan pokok yang ada pada lembaga atau kelompok khususnya dan masyarakat umumnya.

B. Sosialisasi Peran Gender

Pranata sosial yang kita masuki segabai individu, sejak kita memasuki keluarga pada saat lahir, melalui pendidikan, kultur pemuda, dan ke dalam dunia kerja dan kesenangan, perkawinan dan kita mulai membentuk keluarga sendiri, memberi pesan yang jelas kepada kita bagaimana orang “normal” berperilaku sesuai dengan gendernya.(Mosse, 1996:63)
Karena konstruksi sosial budaya gender, seorang laki-laki misalnya haruslah bersifat kuat, agresif, rasional, pintar, berani dan segala macam atribut kelelakian lain yang ditentukan oleh masyarakat tersebut, maka sejak seorang bayi laki-laki lahir, dia sudah langsung dibentuk untuk “menjadi’ seorang laki-laki, dan disesuaikan dengan atribut-atribut yang melekat pada dirinya itu. Demikian pula halnya dengan seorang perempuan yang karena dia lahir dengan jenis kelamin perempuan maka dia pun kemudian dibentuk untuk “menjadi” seorang perempuan sesuai dengan kriteria yang berlaku dalam suatu masyarakat dan budaya dimana dia lahir dan dibesarkan, misalnya bahwa karena dia dilahirkan sebagai seorang perempuan maka sudah menjadi “kodrat” pula bagi dia untuk menjadi sosok yang cantik, anggun, irrasional, emosional dan sebagainya.
Proses sosialisasi peran gender tersebut dilaksanakan melalui berbagai cara, dari mulai pembedaan pemilihan warna pakaian, accessories, permainan, perlakuan dan sebagainya yang kesemuanya diarahkan untuk mendukung dan memapankan proses pembentukan seseorang “menjadi” seorang laki-laki atau seorang perempuan sesuai dengan ketentuan sosial budaya setempat.
Pembedaan identitas berdasarkan gender tersebut telah ada jauh sebelum seseorang itu lahir. Sehingga ketika pada akhirnya dia dilahirkan ke dunia ini, dia sudah langsung masuk ke dalam satu lingkungan yang menyambutnya dengan serangkaian tuntutan peran gender. Sehingga seseorang terpaksa menerima identitas gender yang sudah disiapkan untuknya dan menerimanya sebagai sesuatu hal yang benar, yang alami dan yang baik. Akibatnya jika terjadi penyimpangan terhadap peran gender yang sudah menjadi bagian dari landasan kultural masyarakat dimana dia hidup, maka masyarakat pun lantas menilai hal tersebut sebagai sesuatu yang negatif bahkan mungkin sebagai penentang terhadap budaya yang selama ini sudah mapan. Dan sampai sejauh ini yang sering menjadi korban adalah kaum perempuan.
Sebagai contoh dalam adat budaya Jawa di Indonesia, seorang budayawan terkemuka, Umar Kayam, mengungkapkan bahwa sebutan wanita sebagai kanca wingking (teman di belakang) merupakan pengembangan dialektika budaya adiluhung. Sosok budaya inilah yang berkembang di bawah ilham “halus – kasar” yang secara tegar menjelajahi semua sistem masyarakat Jawa. Sistem kekuasaan feodal aristokratik, demikian Kayam, telah menetapkan wanita untuk memiliki peran atau role menjadi “penjaga nilai-nilai halus-kasar dan adiluhung” di dalam rumah.(Kompas, 23 Oktober 1995)
Penjajahan kultural yang demikian panjang dan membuat perempuan lebih banyak menjadi korban itu terus dilestarikan. Tidak jarang, alasan-alasan kultural memberikan legitimasi sangat ampuh. Ia dicekokkan melalui pelbagai pranata sosial dan adat istiadat yang mendarahdaging dalam jantung kesadaran anggotanya. Rasionalisasi kultural inilah yang pada gilirannya membuat perempuan secara psikologis mengidap sesuatu yang oleh Collete Dowling disebut Cinderella Complex, suatu jaringan rasa takut yang begitu mencekam, sehingga kaum wanita merasa tidak berani dan tidak bisa memanfaatkan potensi otak dan daya kreativitasnya secara penuh. (Ibrahim dan Suranto, 1998:xxvi)
Sosialisasi yang jika kita cermati pengertiannya, yaitu merupakan sebuah proses yang membantu individu melalui belajar dan penyesuaian diri, bagaimana bertindak dan berpikir agar ia dapat berperan dan berfungsi baik sebagai individu maupun sebagai anggota masyarakat. (Noor, 1997:102) telah juga dilakukan tidak hanya melalui lembaga keluarga dan lembaga adat, melainkan juga oleh lembaga negara dan lembaga pendidikan.
Pemapanan citra bahwa seorang perempuan itu lebih cocok berperan sebagai seorang ibu dengan segala macam tugas domestiknya yang selalu dikatakan sebagai “urusan perempuan”, seperti membersihkan rumah, mengurus suami dan anak, memasak, berdandan dan sebagainya. Sementara citra laki-laki, disosialisasikan secara lebih positif, dimana dikatakan bahwa laki-laki karena kelebihan yang dimilikinya maka lebih sesuai jika dibebani dengan “urusan-urusan laki-laki” pula dan lebih sering berhubungan dengan sektor publik, seperti mencari nafkah, dengan profesi yang lebih bervariasi daripada perempuan. Kesemua itu disosialisasikan sejak dari kelas satu Sekolah Dasar melalui buku-buku pelajaran di sekolah hingga Panca Dharma Wanita, yang menyatakan bahwa tugas utama seoarang perempuan adalah sebagai “pendamping” suami, dan itulah yang diyakini secara salah oleh sebagian orang sebagai “kodrat wanita.”


3. GENDER DAN STRATIFIKASI

Pembedaan laki-laki dan perempuan berlandaskan gender mungkin tidak akan mendatangkan masalah jika pembedaan itu tidak melahirkan ketidakadilan gender (gender inequalities) baik bagi kaum laki-laki maupun bagi kaum perempuan. Meski ketidakadilan itu lebih banyak dirasakan oleh kaum perempuan, sehingga bermunculanlah gerakan-gerakan perjuangan gender.
Ketidakadilan gender tersebut antara lain termanifestasi pada penempatan perempuan dalam stratifikasi sosial masyarakat, yang pada kelanjutannya telah menyebabkan kaum perempuan mengalami apa yang disebut dengan marginalisasi dan subordinasi.

A. Pengertian Stratifikasi

Bila ditinjau dari asal katanya, istilah stratifikasi berasal dari kata stratus yang artinya lapisan (berlapis-lapis). Sehingga dengan istilah stratifikasi diperoleh gambaran bahwa dalam tiap kelompok masyarakat selalu terdapat perbedaan kedudukan seseorang dari yang berkedudukan tinggi sampai yang berkedudukan rendah, berlapis-lapis dari atas ke bawah.
Pelapisan sosial dalam masyarakat tersebut terjadi karena adanya “sesuatu” yang dihargai dalam masyarakat tersebut. Misalnya, berupa pemilikian uang atau benda-benda ekonomis lainnya seperti mobil, rumah, benda-benda elektronik dan lain sebagainya. Pemilikan kekuasaan, ilmu pengetahuan, agama atau keturunan keluarga. Untuk selanjutnya masyarakat dinilai dan ditempatkan pada lapisan-lapisan tertentu berdasarkan tingkat kemampuannya dalam memiliki “sesuatu” yang dihargai tersebut.
Proses terjadinya pelapisan dalam masyarakat dapat terjadi dengan sendirinya atau sengaja disusun untuk mencapai satu tujuan bersama, misalnya pembagian kekuasaan dan wewenang yang resmi dalam organisasi formal.
Disamping itu, pelapisan dalam masyarakat juga bisa bersifat tertutup, dimana didalamnya tidak memungkinkan pindahnya seseorang dari satu lapisan ke lapisan lain, baik gerak pindahnya ke atas maupun ke bawah. Misalnya, penempatan seseorang dalam lapisan tertentu yang diperoleh berdasarkan kelahiran. Contoh paling banyak terdapat pada masyarakat dengan sistem kasta, masyarakat feodal dan masyarakat rasial. Sementara pada masyarakat dengan sistem pelapisan terbuka, setiap orang mempunyai kesempatan untuk naik ke lapisan yang lebih tinggi tetapi juga dimungkinkan untuk jatuh ke lapisan yang lebih rendah.

B. Stratifikasi Perempuan Berlandaskan Perbedaan Gender

Jika kita mengaitkan masalah gender dengan stratifikasi maka mau tidak mau kita harus melihat kembali pada proses sosialisasi yang telah mengawali pemapanan pembedaan laki-laki dan perempuan berdasarkan hubungan gender.
Selama ini telah disosialisasikan, ditanamkan sedemikian rupa, ke dalam benak, ke dalam pribadi-pribadi seseorang, laki-laki dan perempaun, bahwa karena “kodrat”-nya seorang laki-laki berhak dan sudah seharusnya untuk mendapat kebebasan, mendapat kesempatan yang lebih luas daripada perempuan. Tuntutan nilai-nilai yang ditentukan oleh masyarakat telah mengharuskan seorang laki-laki untuk lebih pintar, lebih kaya, lebih berkuasa daripada seorang perempuan. Akibatnya segala perhatian dan perlakuan yang diberikan kepada masing-masing dua jenis kelamin, laki-laki dan perempuan tersebut pun disesuaikan dan diarahkan untuk memenuhi tuntutan tersebut. Kepada laki-laki diberikan prioritas dan kesempatan lebih luas untuk sekolah dan menuntut ilmu lebih tinggi daripada kesempatan yang diberikan kepada kaum perempuan. Kepada kaum laki-laki pula dibuka pintu selebar-lebarnya untuk bekerja di berbagai sektor publik dalam dunia pekerjaan yang dianggap maskulin, sementara perempuan lebih diarahkan untuk masuk ke sektor domestik dengan pekerjaan-pekerjaan yang selama ini memang dianggap sebagai “urusan” perempuan.
Bertolak dari kondisi tersebut maka akses perempuan terhadap “sesuatu” yang dihargai dalam masyarakat, yang menjadi sumber kelahiran pelapisan dalam masyarakat pun menjadi sangat rendah. Sehingga kaum perempuan dengan segala keterbatasan yang sudah ditentukan oleh masyarakat untuknya terpaksa menempati lapisan yang lebih rendah di masyarakat daripada kaum laki-laki.
Kondisi yang telah menempatkan kaum perempuan dalam posisi yang tidak menguntungkan di atas telah juga melahirkan pelbagai bentuk ketidakadilan gender (gender inequalities) yang termanifestasi antara lain dalam bentuk:
a) Marginalisasi
Proses marginalisasi, yang merupakan proses pemiskinan terhadap perempuan, terjadi sejak di dalam rumah tangga dalam bentuk diskriminasi atas anggota keluarga laki-laki dengan anggota keluarga perempuan. Marginalisasi juga diperkuat oleh adat istiadat maupun tafsir keagamaan. Misalnya, banyak diantara suku-suku di Indonesia yang tidak memberi hak kepada kaum perempuan untuk mendapatkan waris sama sekali atau hanya mendapatkan separuh dari jumlah yang diperoleh kaum laki-laki.
Demikian juga dengan kesempatan dalam memperoleh pekerjaan, berbeda antara laki-laki dan perempuan, yang akibatnya juga melahirkan perbedaan jumlah pendapatan antara laki-laki dan perempuan.
Seorang perempuan yang bekerja sepanjang hari di dalam rumah, tidaklah dianggap “bekerja” karena pekerjaan yang dilakukannya, seberapapun banyaknya, dianggap tidak produktif secara ekonomis. Namun seandainya seorang perempuan “bekerja” pun (dalam arti di sektor publik) maka penghasilannya hanya dapat dikategorikan sebagai penghasilan tambahan saja sebagai penghasilan seorang suami tetap yang utama, sehingga dari segi nominal pun perempuan lebih sering mendapatkan jumlah yang lebih kecil daripada kaum laki-laki.
Mengenai marginalisasi perempuan ini, Ivan Illich mengungkapkan sebuah fakta sebagai berikut:
Selama bertahun-tahun ini, diskriminasi terhadap perempuan dalam pekerjaan-pekerjaan yang berupah, yang terkena pajak, dan yang dilaporkan atau dipantau secara resmi, kedalamannya tidak berubah namun volumenya makin bertambah. Kini 51 % perempuan di Amerika Serikat bekerja di luar rumah, sementara tahun 1880 hanya tercatat 5%. Jika pada tahun 1880 dalam keseluruhan tenaga kerja di Amerika hanya 15% yang perempuan sekarang mencapai 42%. Kini separuh dari semua perempuan yang sudah kawin punya penghasilan sendiri dari suatu pekerjaan luar rumah, sementara seabad silam hanya 5% yang memiliki pendapatan sendiri. Sekarang hukum membuka kesempatan pendidikan serta karier bagi perempuan, sedangkan pada tahun 1880 banyak yang tertutup baginya. Sekarang rata-rata perempuan menghabiskan 28 tahun sepanjang hidupnya untuk bekerja sementara tahun 1880 angka rata-rata yang tercatat hanya 5 tahun. Ini semua kelihatan seperti langkah-langkah penting ke arah kesetaraan ekonomis, tapi tunggu sampai Anda terapkan alat ukur yang tepat. Upah rata-rata tahunan perempuan yang bekerja penuh-waktu masih mandek pada rasio magis dibanding pendapatan laki-laki, yakni 3:5 ----59%, dengan kenaikan atau penurunan 3% --- persis persentase seratus tahun silam. Kesempatan pendidikan, ketersediaan perlindungan hukum, retorika revolusioner --- politis, teknologis, atau seksual ---tak mengubah apa-apa sehubungan dengan rendahnya pendapatan perempuan dibanding laki-laki. (1998:16)

b. Subordinasi

Pandangan berlandaskan gender juga ternyata bisa mengakibatkan subordinasi terhadap perempuan. Anggapan bahwa perempuan itu irrasional atau emosional berakibat munculnya sikap menempatkan perempuan pada posisi yang tidak penting.
Subordinasi karena gender tersebut terjadi dalam segala macam bentuk yang berbeda dari satu tempat ke tempat lainnya.
Salah satu konsekuensi dari posisi subordinat perempuan ini adalah perkembangan keutamaan atas anak laki-laki. Seorang perempuan yang melahirkan bayi laki-laki akan lebih dihargai daripada seorang perempuan yang hanya melahirkan bayi perempuan. Demikian juga dengan bayi-bayi yang baru lahir tersebut. Kelahiran seorang bayi laki-laki akan disambut dengan kemeriahan yang lebih besar dibanding dengan kelahiran seorang bayi perempuan.
Subordinasi juga muncul dalam bentuk kekerasan yang menimpa kaum perempuan. Kekerasan yang menimpa kaum perempuan termanifestasi dalam berbagai wujudnya, seperti perkosaan, pemukulan, pemotongan organ intim perempuan (penyunatan) dan pembuatan pornografi.
Hubungan subordinasi dengan kekerasan tersebut karena perempuan dilihat sebagai objek untuk dimiliki dan diperdagangkan oleh laki-laki, dan bukan sebagai individu dengan hak atas tubuh dan kehidupannya. (Mosse, 1996:76)
Anggapan bahwa perempuan itu lebih lemah atau ada di bawah kaum laki-laki juga sejalan dengan pendapat teori nature yang sudah ada sejak permulaan lahirnya filsafat di dunia Barat. Teori ini beranggapan bahwa sudah menjadi “kodrat” (sic!) wanita untuk menjadi lebih lemah dan karena itu tergantung kepada laki-laki dalam banyak hal untuk hidupnya. (Budiman, 1985: 6) Bahkan Aristoteles mengatakan bahwa wanita adalah laki-laki – yang – tidak lengakap. (Ibid.)

Demikianlah pendikotomian laki-laki dan perempuan berdasarkan hubungan gender nyata sekali telah mendatangkan ketidakadilan gender bagi perempuan yang termanifestasi dalam berbagai wujud dan bentuknya. Karena diskriminasi gender perempuan diharuskan untuk patuh pada “kodrat” –nya yang telah ditentukan oleh masyarakat untuknya. Karena diskriminasi pula perempuan harus menerima stereotype yang dilekatkan pada dirinya yaitu bahwa perempuan itu irrasional, lemah, emosional dan sebagainya sehingga kedudukannya pun selalu subordinat terhadap laki-laki, tidak dianggap penting bahkan tidak dianggap sejajar dengan laki-laki, sehingga perempuan diasumsikan harus selalu menggantungkan diri dan hidupnya kepada laki-laki.
Bertolak dari kondisi demikianlah maka jika dulu Karl Marx memperjuangkan kesamaan kelas, kini kaum feminis menggemakan perjuangannya, untuk memperoleh kesetaraan gender. Untuk memperoleh kedudukan dan hak yang sama dengan laki-laki.

DAFTAR PUSTAKA
Budiman, Arief, Pembagian Kerja Secara Seksual, Sebuah Pembahasan Sosiologis tentang Peran Wanita di dalam Masyarakat. Jakarta, Gramedia,1985
Fakih, Mansour, DR. Analisis Gender dan Transformasi Sosial. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1997
Ibrahim, Idi Subandy dan Hanif Suranto, (ed). Wanita dan Media. Bandung: Remaja Rosdakarya, 1998
Illich, Ivan. Matinya Gender. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1998
Mosse, Julia Cleves. Gender dan Pembangunan. Yogyakarta: Rifka Annisa Women’s Crisis Center dan Pustaka Pelajar, 1996
Munir, Lily Zakiyah, (ed). Memposisikan Kodrat. Bandung: Mizan, 1999
Noor, H. M. Arifin, Drs. Ilmu Sosial Dasar. Bandung: Pustaka Setia, 1997
Saptari, Ratna dan Brigitte Holzner. Perempuan Kerja dan Perubahan Sosial. Sebuah Pengantar Studi Perempuan. Jakarta: Pustaka Utama Grafiti, 1997
Soelaeman, M. Munandar. Ir. MS. Ilmu Sosial Dasar, Teori dan Konsep Ilmu Sosial. Bandung: Refika Aditama, 1998
BINCANG FISIKA

Tidak seorang pun aku tahu di Microsoft meminta mereka godawful "lateral-berpikir teka-teki" pertanyaan wawancara lagi. Mungkin seseorang masih tidak, saya tidak tahu. Namun rumor mengatakan bahwa banyak perusahaan yang masih mengikuti jejak Microsoft dari tahun 1990-an dalam wawancara mereka. Dalam tradisi itu, saya hadir sekuel dengan tahun 2003 latihan Keith Michaels 'dalam penalaran kontrafakta. Sekali lagi, kami berani menanyakan pertanyaan "seberapa baik akan Nobel-pemenang Hadiah akhir fisikawan Dr Richard P. Feynman lakukan dalam sebuah wawancara teknis di sebuah perusahaan software?"

Pewawancara: Sekarang kita sampai pada bagian dari wawancara di mana kita menguji berpikir kreatif Anda. Jangan berpikir terlalu keras tentang hal ini, cukup menerapkan akal sehat dan menjelaskan alasan Anda. Inilah masalahnya.

Anda berada di sebuah ruangan dengan tiga switch yang mengontrol setiap fixture cahaya yang berbeda di ruangan lain. Anda tidak dapat melihat dari ruang beralih ke ruang lampu. Tugas Anda adalah untuk menentukan switch kontrol yang lampu, tapi Anda hanya dapat masuk ke ruangan dengan lampu sekali. Bagaimana Anda menentukan switch kontrol yang ringan?

RPF: Itu tampaknya mudah. Aku bisa mendapatkan sejumlah cermin besar, dan, jika perlu, teleskop. Aku memasuki ruangan dengan lampu sekali dan posisi cermin sehingga mencerminkan ketiga lampu keluar pintu kamar. Saya terus menempatkan cermin, menyelaraskan mereka yang diperlukan untuk mencerminkan foton yang dipancarkan oleh lampu sampai saya kembali di ruangan dengan switch. Sekarang aku bisa melihat lampu, mungkin melalui teleskop jika jarak yang besar, dan aku bisa mengaktifkan dan menonaktifkan switch sehingga dapat menentukan cahaya yang dikendalikan oleh saklar.

Pewawancara: Um. Ya, saya kira yang akan bekerja. Tetapi bagaimana jika Anda tidak memiliki cermin besar, atau tidak bisa menyelaraskan mereka cukup baik?

RPF: Lalu aku bisa mendapatkan kamera video digital murah dan menaruhnya di atas boneka dengan seutas tali cukup panjang melekat padanya. Aku bisa meletakkan kamera video di dalam ruangan dengan lampu, hidupkan, dan kemudian mengambil ujung tali kembali ke ruangan dengan switch. Aku kemudian memutar dengan saklar untuk sementara dan mencatat yang switch saya membalik jam berapa. Lalu aku akan mengangkut kamera di perusahaan boneka kembali ke ruang saklar dan review rekaman. Dengan menghubungkan catatan saya tentang apa switch yang membalik jam berapa dengan pencatatan lampu, aku dapat berkorelasi lampu untuk switch.

Pewawancara: Saya lupa menyebutkan bahwa begitu Anda memasuki ruangan dengan lampu, Anda tidak diperbolehkan untuk kembali ke kamar dengan saklar.

RPF: Itu adalah kendala yang tidak biasa yang mungkin Anda seharusnya telah disebutkan sebelumnya, tapi aku akan pergi dengan itu. Dalam hal bahwa aku akan mengambil pendekatan yang berbeda. Tapi pertama-tama saya akan memerlukan informasi lebih lanjut. Dapatkah saya berasumsi bahwa lampu dan kabel switch benar sesuai dengan Kode Listrik Nasional Amerika Serikat? Artinya, bahwa switch mengganggu naksir, bukan netral, bahwa switch standar-tugas switch rated untuk mengganggu 15 amps dari 120 volt arus bolak-balik, dan sebagainya?

Pewawancara: Ya, saya kira begitu.

RPF: Dan ini adalah switch tunggal? Atau apakah mungkin bahwa switch adalah bagian dari multi switch-lokasi, seperti yang Anda lihat dalam rumah-rumah di mana terdapat dua lampu untuk cahaya yang sama, mengatakan, di bagian atas dan bawah tangga?

Pewawancara: Apa itu penting?

RPF: Tentu saja itu penting! Anda meminta saya pertanyaan tentang benar mendeduksi sifat sistem listrik 120 volt. Perlawanan melintasi cukup beralasan manusia, aku tidak tahu, sebut saja 1000 ohm, dan kita tahu bahwa saat ini sama dengan tegangan dibagi dengan perlawanan. Itu berarti bahwa kejutan kebetulan bisa menempatkan saat ini 120 milliamps di bahwa manusia, yang berada dalam kisaran yang akan menghentikan hati seseorang. Saya kira Anda tahu rincian dari sistem Anda meminta saya untuk mendiagnosa, tindakan pencegahan keselamatan saya akan menjelaskan akan berbeda tergantung pada aspek dikenal dan tidak dikenal dari sistem kelistrikan.

Pewawancara: Benar. Misalkan mereka switch biasa saja, tidak mewah.

RPF: Great. Apakah tiga switch semua dalam satu kotak persimpangan triple-lebar, seperti yang aktif di sana pada dinding Anda yang mengendalikan lampu Anda di kantor Anda, atau ada tiga kotak penyambung yang berbeda, satu untuk setiap switch?

Pewawancara: Yang pertama.

RPF: Seperti yang saya yakin Anda tahu, ada dua cara standar kabel tiga switch satu lokasi seperti yang disebutkan. Yang pertama adalah untuk membawa kembali panas dan kabel netral dari sumber listrik ke kotak triple-switch, kemudian membagi panas menjadi tiga untuk setiap saklar daya, dan kemudian jalankan tiga diaktifkan kabel panas dan tiga kabel netral unswitched, satu pasang untuk masing-masing cahaya. Cara kedua adalah dengan melakukan sebaliknya: menjalankan panas dan netral dari panel untuk setiap cahaya, dan kemudian jalankan sepasang kawat panas dari setiap cahaya untuk beralih nya. Switch bergabung bersama dua kawat panas sehingga salah satu kabel panas unswitched dan yang lainnya diaktifkan. Lampu kemudian energi oleh diaktifkan panas. Yang kedua konfigurasi standar melakukan kabel listrik yang menggunakan sistem ini?

Pewawancara: Saya tidak berpikir itu penting. Tapi aku tidak benar-benar tahu bagaimana kawat tombol lampu.

RPF: Sepertinya aneh bahwa Anda akan menanyakan saya sebuah pertanyaan tentang mendeduksi sifat sistem listrik tetapi tidak tahu rincian dari sistem kelistrikan.

Sebagai asumsi menyederhanakan mari kita anggap bahwa sistem kabel dengan konfigurasi pertama saya dijelaskan. Artinya, ada "garis" kawat panas dan netral dalam kotak switch, dan bahwa panas terganggu oleh tiga switch. Ini berarti bahwa bila saya menghapus penutup tombol lampu, aku dapat dengan mudah menentukan kawat panas berasal dari panel, dan yang diaktifkan kawat panas akan pergi ke kantor. Sebelum saya lepaskan penutup tentu saja saya akan menemukan panel listrik dan de-energi sirkuit yang kekuatan saklar. Jika perlu, saya hanya bisa de-energi setiap sirkuit, jika karena alasan tertentu aku tidak dapat menentukan yang berhubungan dengan pemutus sirkuit aku akan bekerja pada. Saya juga akan memberitahu semua orang di sekitarnya bahwa ada seorang pemutus dimatikan dan bahwa saya bekerja pada listrik. Saya mungkin akan memposting sebuah tanda yang mengatakan untuk tidak menghidupkan daya kembali, dan jika hal itu dilengkapi dengan kunci, aku akan mengunci pemutus dalam posisi off dan mengantongi kuncinya. Aku sudah shock kali sudah cukup dalam hidup ini, saya lebih suka tidak mengambil kesempatan untuk menjadi listrik untuk tujuan latihan Anda.

Pada titik ini saya mencatat bahwa masalah yang Anda pose ini, dalam arti sepele, dipecahkan.

Pewawancara: Apa sih yang kalian bicarakan?

RPF: Masalahnya adalah untuk menentukan kontrol switch yang lampu. Dengan daya listrik dimatikan, dalam arti tidak ada kontrol dari switch salah satu lampu. Setiap dari switch dapat dalam posisi apapun dan tidak ada lampu akan menyala. Tapi saya rasa itu bukan semacam solusi Anda ada dalam pikiran.

Pewawancara: Anda benar; itu tidak mana aku akan pergi dengan ini.

RPF: Sekarang daya dimatikan saya dapat dengan aman membongkar kotak saklar persimpangan lampu dan putuskan tiga beralih kabel panas dari switch mereka. Saya akan mendapatkan sepotong standar NM-14 / 3 kawat tembaga cukup lama untuk pergi dari ruang beralih ke ruang lampu. Pasang konduktor putih ke kawat terputus panas beralih dari sakelar pertama, konduktor hitam untuk yang kedua dan konduktor merah untuk yang ketiga. Aku kemudian membawa ujung kawat saya untuk ruangan dengan lampu, yang semua harus off. Aku akan menghapus lampu dari perlengkapan, dan kemudian menggunakan konduktor sebagai tester kontinuitas. Dengan menggunakan baterai sembilan-volt dan meter volt DC, saya bisa menentukan kapan masing-masing tiga konduktor melengkapi rangkaian dengan bagian panas dari fixture cahaya. Saya kemudian akan tahu mana lampu sesuai dengan yang beralih.

Pewawancara: Bagaimana kalau itu tidak layak untuk mendapatkan sepotong konduktor yang lama?

RPF: Dengan pernyataan masalah sudah ada setidaknya tiga konduktor yang lama terjadi antara switch dan lampu, sehingga layak bagi seseorang sudah. Kecuali Anda adalah menyiratkan bahwa lampu sebetulnya merupakan bagian dari beberapa jenis sistem radio kontrol. Sekali lagi, ini tampak seperti sebuah fakta tentang sistem yang Anda seharusnya telah disebutkan sebelumnya, Anda memang mengatakan bahwa ini adalah "tidak bagus" switch 120 volt AC.

Pewawancara: Mereka switch biasa saja. Tapi saya pikir Anda telah melupakan sesuatu yang lain.

RPF: Ya, saya melihat keberatan Anda. Saya bertanya sebelumnya apakah switch ini diperingkat ke 15 amps at 120 volts tapi saya tidak bertanya apakah lampu itu. Jika lampu adalah perlengkapan tegangan rendah maka ada sebuah transformator AC duduk antara tegangan tinggi diaktifkan panas yang aku punya tester kontinuitas saya di dan perlengkapan tegangan rendah. sembilan volt tester kontinuitas saya langsung saat ini tidak akan memberikan hasil yang baik dalam kasus itu.

Pewawancara: Sebenarnya aku akan mengatakan bahwa karena Anda tidak diizinkan untuk kembali ke ruang dengan switch, Anda akan meninggalkan skenario ini dengan saklar pemutus dibongkar dan terkunci di posisi off.

RPF: Anda membuat jalur yang sangat baik. Aku harus datang dengan solusi yang meninggalkan switch berkumpul, karena saya tidak diizinkan untuk kembali.

Pewawancara: Ya, Anda harus. Bisakah Anda?

RPF: Misalkan bukan melampirkan tester kontinuitas setelah saya membongkar lampu, saya hanya swap keluar semua lampu untuk dimmer. Aku mengatur dimmer pertama yang rendah, dimmer kedua menengah dan dimmer ketiga tinggi. Aku memulihkan daya, dan sekarang ketika saya pergi ke ruangan lain, aku tahu dimana cahaya sesuai dengan yang beralih dengan mengamati kecerahan relatif mereka.

Pewawancara, lega: Sekarang Anda mendapatkan suatu tempat. Tapi ...

RPF: Ya, sekali lagi saya melihat masalah yang anda tentang tunjukkan. Jika lampu neon lalu dua dari mereka akan mati atau berkedip, hanya satu pada "tinggi" akan menjadi pada, jadi aku punya mungkin hanya ditentukan dimana cahaya adalah "tinggi" saklar dimmer. Dan jika lampu pijar, maka kecerahan mereka bisa berbeda tergantung pada watt mereka. Ini bukan kondisi skenario masalah yang tiga lampu semua menjadi bola lampu pijar dari tegangan yang sama dan watt. Saya belum benar-benar memecahkan masalah. Sebaliknya aku bisa menghapus lampu dan uji potensi masing-masing fixture panas-ke-netral dengan volt meter AC untuk melihat mana yang memiliki tegangan tinggi, menengah atau rendah. Meskipun lagi adalah asumsi bahwa tidak ada transformer di sana yang mengubah tegangan.

Pewawancara: Lupakan mengukur tegangan sudah! Misalnya anda tidak bisa mencapai fixture untuk mengukur tegangannya.

RPF: Sekali lagi, saya harus menunjukkan bahwa tampaknya sangat aneh untuk mengajukan pertanyaan tentang diagnosis sistem listrik sementara tidak memungkinkan diagnostik untuk menggunakan alat listrik umum. Tapi bagaimanapun, Anda mengatakan bahwa aku berada di jalur yang benar, jadi mari kita pergi dengan itu. Kita tahu bahwa dimmer modern tidak menaruh perlawanan variabel di sinyal AC, melainkan secara selektif "memotong" sebagian variabel-ukuran gelombang dan meninggalkan sisa siklus normal dalam ukuran dan bentuk. Kita bisa membangun sebuah perangkat yang bekerja secara analogi untuk dimmer, tetapi jauh lebih lambat. Perangkat ini bisa memiliki beberapa berputar Cams yang flip saklar dan mematikan sekali kedua. Sekarang kita tidak perlu membongkar salah satu switch, atau dipotong daya pada panel. Kami memasang perangkat ke switch pertama, flip switch kedua off, dan tombol ketiga. Karena kami telah menetapkan bahwa switch adalah single-lokasi switch yang telah kabel dengan benar sesuai dengan NEC, kita tahu bahwa saklar dalam posisi "up" adalah energi lampu dan satu di posisi bawah tidak aktif. Sekarang kita masuk ke ruangan lain. Lampu yang dimatikan dikendalikan oleh saklar ketiga, lampu yang ada di dikendalikan oleh yang kedua, dan salah satu yang membalik dan mematikan setiap detik dikendalikan oleh yang pertama. Sistem ini akan bekerja tidak peduli apa pun jenis lampu berada di perlengkapan, asalkan tentu saja bahwa mereka adalah lampu yang baik, tidak terbakar habis.

Pewawancara: Yah aku kira yang akan bekerja. Semua solusi Anda sejauh ini memerlukan beberapa jenis peralatan. Bisakah Anda memecahkan masalah tanpa bangunan apapun atau menggunakan alat khusus, dengan mengambil keuntungan dari beberapa faktor lain?

RPF: Seperti apa?

Pewawancara: Seperti, bahwa lampu menghasilkan efek lain dari pencahayaan ruangan.

RPF: Misalnya?

Pewawancara, jengkel: Anda bisa mengaktifkan dua switch on dan satu off. Kemudian tunggu sebentar, dan putar switch off ketiga. Ketika Anda pergi ke ruangan lain, lampu dikendalikan oleh saklar pertama akan menyala, lampu dikendalikan oleh saklar kedua akan mati dan dingin, dan lampu dikendalikan oleh saklar ketiga akan mati dan panas. Yang tampaknya jauh lebih mudah daripada semua ini rigamarole tentang membongkar switch atau bangunan peralatan kustom.

RPF: Bagaimana aku untuk mengukur panas dari lampu tanpa peralatan khusus? Anda hanya mengatakan bahwa saya tidak bisa menjangkau mereka.

Pewawancara: Um. Ya, saya kira saya memang mengatakan itu.

RPF: Saya bisa melihat sejumlah masalah tambahan dengan heuristik Anda. Anda belum menentukan seberapa jauh justru antara kamar, namun beberapa kali tersirat bahwa itu adalah jarak yang cukup jauh, saya tidak bisa melihat cahaya dari ruang switch, saya tidak dapat menyelaraskan cermin saya dan saya tidak bisa membawa sebuah konduktor yang panjang untuk kelangsungan menguji semua menyiratkan jarak yang cukup antara ruangan saklar dan ruangan lampu. Waktu yang dibutuhkan saya untuk mendapatkan dari satu kamar ke kamar lain dapat memberikan waktu lampu ketiga untuk mendinginkan. Lampu ketiga tidak mungkin sangat panas untuk memulai dengan; jika fixtures yang lampu neon, karena mereka berada dalam bangunan ini, atau lampu LED modern, maka output panas mereka jauh lebih rendah daripada lampu pijar. Kami juga belum ditentukan di mana skenario ini terjadi. Jika berada dalam iklim yang sangat panas, seperti Los Alamos di musim panas, baik de-lampu berenergi cukup bisa hangat dengan sentuhan, dan jika di Alaska di musim dingin di ruang uninsulated maka kedua cukup bisa keren oleh waktu aku sampai di sana. heuristik yang diusulkan Anda tergantung pada sejumlah kondisi yang tidak diberikan dalam masalah. Dan secara umum ide buruk untuk menguji apakah sesuatu yang sangat panas oleh menyentuhnya.

Pewawancara: Yah saya pikir yang menyimpulkan bagian ini wawancara. Sebelum kita membiarkan Anda pergi untuk hari apakah Anda memiliki pertanyaan untuk saya tentang perusahaan ini, tim ini atau pekerjaan?

RPF: Ya. Ketika Anda membangun algoritma perangkat lunak, Anda membangun sistem yang menggunakan prinsip-prinsip rekayasa perangkat lunak mapan untuk menghasilkan perangkat lunak yang sesuai dengan standar industri dan praktek?

Pewawancara: Tentu saja.

RPF: Dan apakah Anda menggunakan perangkat lunak analisis, seperti profiler, debugger, Prover teorema, dan sebagainya, untuk memudahkan deteksi dan diagnosis kekurangan?

Pewawancara: Ya, sekali lagi, tentu saja kita lakukan.

RPF: Lalu mengapa anda mengajukan pertanyaan dalam wawancara yang menguji kesediaan saya untuk meninggalkan industri-standar, teknik mapan yang menggunakan alat-alat listrik yang umum untuk menentukan keberlanjutan dari suatu bagian dari sistem listrik? Dan mengapa solusi yang anda jelas-jelas membuat saya terhadap salah satu yang mengambil keuntungan dari epiphenomenon tak tercatat dan tidak dapat diandalkan? Apakah tim Anda biasanya menulis kode yang benar bergantung pada terdokumentasi dan tidak bisa diandalkan korelasi, korelasi yang besarnya dapat bervariasi secara luas sebagai hasil dari detail implementasi?

Pewawancara: Terima kasih untuk datang Dr Feynman. Kami akan berhubungan.
Sholat dalam Perspektif Fisika
By. Agus Mulyono

Diantara kewajiban dari umat Islam, sholat adalah satu-satunya kewajiban yang tidak bisa
ditawar-tawar. Tidak seperti kewajiban-kewajiban yang lain.Orang boleh meninggalkan puasa
bila memang tidak mampu, boleh tidak berzakat bila masih berkekurangan dan boleh tidak
bertamu ke Baitullah bila tidak cukup bekal. Akan tetapi untuk sholat tidak boleh ditinggalkan
dengan alasan apapun dan bagaimanapun kecuali dalih kematian. Sholat tetap ditegakkan
meskipun darurat dan Allah memberikan model-model rukhsoh (keringanan) untuk itu.
Ada apa dengan sholat, apa sebenarnya yang terkandung dalam sholat. Pada faktanya ritus sholat
memang istimewa. Banyak hal yang memperlahatkannya demikian. Sholat memuat seribu satu
wajah. Sholat dengan wajah normatif syari’at, sholat dengan wajah filosofi, wajah klinik-medik,
wajah demokratis egaliter, wajah solidaritas sosial, wajah kesatuan insaniah, tetapi pada akhirnya
sholat bermuara pada dimensi vertikal yakni wujud pengabdian diri pada sang pencipta.
Bagaimana kalau sholat dikaji dari sudut Fisika / sholat dengan wajah kealaman, wajah dimana
sholat menyangkut keterhubungannya dengan gejala-gejala kealaman.

Sholat dalam Wajah Kealaman
Alam semesta atau jagad raya atau cakrawala senantiasa selalu bertasbih kepada Allah. Dalam
Al-Qur’an surat Al-Isro’ 44 disebutkan bahwa:


Langit yang tujuh, bumi dan semua yang ada didalamnya bertasbih kepada Allah. Dan tidak ada
sesuatupun melainkan bertasbih dengan memujiNya, tetapi kamu sekalian tidak mengerti Tasbih
mereka. Sesungguhnya Dia adalah Maha Penyantun dan Maha Pengampun.
Dalam Surat Al-Hasyr 24 juga dijelaskan


Dialah Allah Yang Menciptakan,Yang Mengadakan, Yang Membentuk Rupa, Yang Mempunyai
Nama-nama Yang Paling Baik. Ber Tasbih kepada Nya apa yang ada di langit dan di bumi. Dan
dialah Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. Dan banyak ayat Al-Qur’an yang menyatakan bahwa alam semesta beserta isinya selalu
bertasbih dan juga bersujud kepada Allah. Pertanyaannya adalah bagaimana cara Alam semesta
bertasbih Kepada Allah? Bagaimana cara Alam semesta bersujud kepada Allah?
Cara alam semesta bertasbih dan bersujud kepada Allah dengan cara tunduk patuh atas perintah
Allah dalam hukum-hukum kealaman yang sudah ditetapkan oleh Allah sehingga dalam
kehidupan ini terjadi suatu keseimbangan. Tetapi lebih spesifik bahwa tingkah laku alam yang
universal adalah bahwa alam semesta mulai dari yang mikrokopis dan makrokopis selalu
bergerak dan pergerakan yang universal dari alam semesta adalah gerak Rotasi dan Revolusi.
Gerak Rotasi dan revolusi dilakukan mulai dari atom, tata surya sampai pada galaksi.
Jadi cara alam semesta bertasbih dan bersujud adalah adanya gerakan Rotasi dan Revolusi.
Bagaiman hubungannya dengan Sholat?
Manusia juga diserukan bertasbih kepada Allah. Seperti yang dijelaskan dalam Al-Qur’an Surat
Thoha 130.

Maka sabarlah kamu atas apa yang mereka katakan, dan bertasbihlah dengan memuji Tuhanmu,
sebelum terbit matahari dan sebelum terbenamnya dan bertasbih pulalah pada waktu-waktu di
malam hari dan pada waktu-waktu di siang hari, supaya kamu merasa senang.
Dan juga pada surat Al-Ahzab 41


Hai orang-orang yang beriman, berdzikirlah (dengan menyebut nama) Allah, dzikir yang
sebanyak-banyaknya. Dan bertasbihlah kepada Nya di waktu pagi dan petang.

Cara manusia bertasbih adalah dengan cara yang sudah disyari’atkan oleh Allah memalui
Rasulnya. Sholat adalah salah satu cara yang disyari’atkan dan tidak boleh tidak dikerjakan
kecuali kematian.
Hubungan sholat dan gerakan alam adalah mempunyai gerakan yang sama menurut hubungan
secara matematis. Sholat sebagai cara manusia bertasbih dengan gerak Rotasi dan Revolusi
sebagai cara alam alam semesta bertasbih mempunyai kesamaan dalam hal geometrik. Rotasi
dan Revolusi dari sudut pandang matematis yaitu sudut tempuh (besar derajad busur) untuk
seluruh periode nilai sudutnya adalah 360 derajad. Ini mempunyai kesamaan dengan sholat dari setiap raka’at mempunyai sudut 360 derajad. Jadi dibalik gerakan sholat mempunyai keterkaitan
dengan gerakan kealaman.
Terkait dengan materi sholat, banyak para penulis mencoba menganalisis dari wajah yang
berbeda. Ada yang menganalisis dari sudut pandang filosofis, ada dari sudut pandang klinik-
medis seperti disertasi doktor UNAIR yaitu tentang pengaruh sholat terhadap kekebalan
imunulogik, ada yang menulis dari sudut pandang ilmu sosial dan lain-lain. Tetapi tetap sholat
harus menjauhkan dari perbuatan keji dan mungkar.
Tidak ada artinya apabila kita sudah mengkaji sholat mulai dari sudut filosofi, sudut kosmologi,
sudut klinik-medik, sudut ilmu sosial tetapi tetap melakukan perbuatan keji dan mungkar.

Wacana
Kami lebih senang apabila membahas sholat dimulai dengan apa yang sering dikatakan oleh para
Ulama’ bahwa sholat adalah mi’rojnya orang mukmin. Dalam Barzanji disebutkan bahwa yang
namanya mi’roj adalah bahwa antara Nabi Muhammad dengan Allah tanpa Aling-aling.
Pertanyaannya apakah kita waktu sholat sudah melakukan mi’roj? Karena sholat adalah
mi’rojnya orang mukmin berarti kita hendaknya melakukan mi’roj pada waktu sholat.
Kenapa banyak orang sholat, tetapi masih melakukan perbuatan keji dan mungkar? Kenapa
banyak orang sholat dan mengerti tentang sholat dari sudut pandang filosofi, dari sudut pandang
klinik-medik, dari sudut pandang sosial, tetapi tetap tidak pernah menjauhi perbuatan keji dan
mungkar? Menurut kami karena sholatnya belum sampai pada melakukan Mi’roj.
Sebuah hadits menjelaskan bahwa
Beribadahlah kamu seolah-olah melihat Tuhan, apabila kamu tidak bisa, anggaplah seolah-olah
dilihat oleh Tuhan.

Sunday, February 13, 2011


Cerita berikut kami sarikan dari beberapa anekdot paling populer di dunia fisika, dengan tokoh-tokoh: Ampere, Heisenberg, Newton, Einstein, dan Feynman.
Apa yang tertulis di sini tentunya hanya sekedar canda. Janganlah dinilai terlalu serius, apalagi dianggap benar-benar terjadi.

Fisikawan Prancis, Andre Ampere, memiliki dua ekor kucing: satu kucing yang cukup besar dan satu lagi kucing kecil. Ampere sangat mencintai kedua ekor kucingnya, hanya saja ketika pintu kamar kerja Ampere tertutup kucing-kucing tersebut tidak bisa masuk atau keluar dengan bebas. Dia kemudian memutuskan untuk membuatkan pintu khusus bagi kucing-kucingnya: satu yang cukup besar untuk kucing besar dan satu yang kecil untuk kucing kecil.
Tolol! Atau justru terlalu jenius?

Fisikawan Jerman, Werner Heisenberg, terkenal dengan prinsip ketidakpastiannya (uncertainty principle atau Heisenberg’s inequality). Dalam prinsipnya itu disebutkan (salah satunya) tentang ketidakmungkinan mendapatkan hasil pengukuran yang sama-sama akurat antara posisi dan momentum jika diukur secara bersamaan (simultan). Suatu ketika Heisenberg terlalu ngebut mengemudikan mobilnya sehingga terpaksa dihentikan oleh polisi. Sang polisi bertanya,
Apakah Anda tahu seberapa kencang Anda melaju?
Lalu Heisenberg menjawab,
Tidak, tetapi saya tahu di mana saya sekarang berada.
Konyol… makin kesel deh ama Heisenberg!

Fisikawan Inggris, Isaac Newton, dan Fisikawan Jerman-Amerika, Albert Einstein, saling bertarung kata-kata gara-gara pertanyaan:
Kenapa bebek-bebek sering tiba-tiba bergerak menyeberangi jalan raya?
Jawab Newton:
Bebek-bebek yang sedang diam akan cenderung tetap diam, bebek-bebek yang sudah bergerak akan cenderung tiba-tiba menyeberangi jalan raya. (Inersia)
Jawab Einstein:
Apakah bebek-bebek itu menyeberangi jalan raya atau jalan raya yang menyeberangi bebek-bebek tergantung pada cara Anda memandangnya. (Relativitas)
Gak percaya kalo mereka pernah ngomong gitu.

Fisikawan Amerika, Richard Feynman, suatu ketika memberikan kuliah tentang momentum sudut. Dia menjelaskan masalah momentum sudut dan menyebutkan ketidakkomutannya (analog dengan sifat nonkomutatif). Dia bercerita bahwa Sir William Hamilton, seorang fisikawan Inggris, menemukan sifat ketidakkomutan tersebut pada suatu malam ketika sedang berjalan-jalan di kebun dengan Lady Hamilton (istrinya). Seiring makin dinginnya malam mereka pun duduk di sebuah bangku, dan ada saat-saat tertentu yang penuh kegairahan. Sejak saat itulah Hamilton menemukan bahwa AB tidak sama dengan BA.
No comment. Hi..hi..